Selasa, 09 Desember 2008

Tiada Cinta Tanpa Pengorbanan

Tiada Cinta Tanpa Pengorbanan dan Tiada Pengorbanan Yang Sia-sia

Inilah rumus kehidupan yang akan terus berlangsung sepanjang kehidupan itu sendiri. Dan fragmen kehidupan abadi yang selalu menjadi memori umat manusia itu adalah fragmen pengorbanan hidup yang dijalani seorang yang bergelar Kholilulloh (Kekasih Alloh) Nabi Ibrahim AS. Dalam Surat An-Nisa (4) ayat 125 ALLOH SWT berfirman:

"Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Alloh, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Alloh mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya."

Marilah sejenak kita memperhatikan kisah penuh pengorbanan Ibrahim AS yang puncak kisah tersebut adalah perintah ALLOH yang dicintainya agar ia menyembelih putranya Ismail yang juga ia cintai. Ash-shoffaat (37) ayat 102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Ibrahim AS, Ismail AS anaknya, dan Siti Hajar istrinya adalah orang-orang yang saling mencintai dalam sebuah keluarga. Dan mereka mencintai ALLOH SWT lebih di atas segala-galanya bahkan mengalahkan cinta di antara keluarga. Inilah bukti pengorbanan atas cinta mereka kepada ALLOH SWT, ketika pisau yang sangat tajam sudah siap menyembelih leher anaknya seketika ALLOH SWT mencukupkannya dan menggantinya dengan seekor kambing.

Sebuah cinta membutuhkan pembuktian berupa pengorbanan, dan setiap pengorbanan tidak akan sia-sia jika pengorbanan tersebut dijalankan dalam kerangka ketaatan atas perintah-perintah ALLOH SWT, inilah yang dijalankan oleh Ibrahim sepanjang kehidupan dakwahnya di tengah-tengah manusia, bahkan dampak atau hasil dari do'a, qudwah, keteladanan dari ketaatan yang sempurna dari hidupnya ini berlaku terus sepanjang kehidupan manusia.

Wallohu'alam bishowab

Kamis, 04 Desember 2008

Cinta Awal Kehidupan

Karena ada cinta maka ada kehidupan. Karena cinta yang benar maka kehidupannya penuh kebahagiaan. Karena cinta yang sehat maka kehidupannya menjadi baik. Oleh karena itu Cinta kami jadikan sebagai awal tadabbur qur'an agar keyakinan kita semakin mantap kehidupan kita semakin berkualitas.

Alloh SWT menyampaikan kepada kita melalui Al-Qur'an surah At-Taubah ayat 24: Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RosulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

Berdasarkan ayat tersebut maka kita lihat setiap manusia dibekali 2 jenis cinta. Cinta yang pertama adalah al-hub minal iman atau cinta imani yaitu cinta yang dasarnya adalah keyakinan. Orang yang mendapat hidayah dan taufiq dari Alloh SWT adalah orang-orang mu'min mujahid yaitu mereka mempunyai cinta imani yang benar maka cinta ini adalah cinta kepada Alloh SWT, RosulNya yaitu Nabi Muhammad SAW, dan berjihad di jalan Nya.

Yang kedua adalah al-hub minal insan atau cinta insani yaitu cinta yang dasarnya manusia sebagai makhluk pada umumnya artinya setiap manusia memiliki kesamaan bahwa manusia mempunyai cinta kepada orang tuanya, cinta kepada anak-anaknya, mencintai saudara-saudaranya, mencintai isteri-isterinya bagi laki-laki jika wanita mencintai suaminya, seseorang juga mencintai keluarga besarnya, manusia mencintai harta kekayaan, pekerjaan dan bisnis, dan manusia juga cinta dengan berwisata ke berbagai lokasi di bumi sebagai tempat tinggalnya.

Cinta yang benar adalah memposisikan cinta kepada Alloh SWT sebagai dasar atas segala cinta kepada yang lainnya. Dengan mencintai Alloh SWT maka kita akan memiliki energi yang tidak pernah habis. Dalam kitab al-Mahabbah-nya, Imam Al-Ghazali menulis iftitah dengan hamdalah kemudian menyebutkan: Fa inna al-mahabbah lillah 'azza wa jalla; hiya al-ghayah al-qushwa min al-maqamat wa dzarwah al-'ulya min al-darajat. Sesungguhnya cinta kepada Alloh adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual dan ia menduduki derajad yang tinggi. Cinta kepada Alloh SWT merupakan penghubung yang kokoh antara seorang hamba dengan Rabbnya yang dengannya akan memacu untuk melakukan hal-hal yang diridhoi-Nya dan meninggalkan perkara-perkara yang dibenci-Nya. Dengan meletakkan puncak cinta kepada Alloh dan Rosul-Nya, tidak mencintai sesuatu kecuali semata-mata karena Alloh maka sebagaimana yang dikatakan Rosululloh seseorang akan merasakan apa yang disebut dengan halawatul iman - manisnya iman, sehingga menjadikannya dengan cinta tersebut sebagai sesuatu yang paling berharga bagi dirinya.

Selanjutnya kebanyakan manusia memahami cinta sejati sebagai cinta yang abadi antara sepasang laki-laki dan wanita yang saling mencintai, sampai-sampai cinta insani tersebut mendominasi hidupnya dan menjadikan hawa nafsu syahwat sebagai pengatur hidupnya, akibatnya kehidupannya tidak lebih baik dari sepasang burung merpati. Jika sudah demikian inilah musibah dunia.

Berikut ini adalah kisah bagaimana seharusnya cinta itu dapat dikelola dengan baik. Sewaktu masih kecil Husain (cucu Rasululloh SAW) pernah bertanya kepada ayahnya, Sayidina Ali ra:
"Apakah engkau mencintai Alloh?"
Ali ra menjawab, "Ya".
Lalu Husain bertanya lagi: "Apakah engkau mencintai kakek dari Ibu?"
Ali ra kembali menjawab, "Ya".
Husain bertanya lagi: "Apakah engkau mencintai Ibuku?"
Lagi-lagi Ali menjawab,"Ya".
Husain kecil kembali bertanya: "Apakah engkau mencintaiku?"
Ali menjawab, "Ya".
Terakhir Husain yang masih polos itu bertanya, "Ayahku, bagaimana engkau menyatukan begitu banyak cinta di hatimu?"
Kemudian Ali ra menjelaskan: "Anakku, pertanyaanmu hebat! Cintaku pada kakek dari ibumu (Nabi SAW), ibumu (Fatimah ra) dan kepada kamu sendiri adalah karena cinta kepada Alloh, karena sesungguhnya semua cinta itu merupakan cabang-cabang cinta kepada Alloh SWT". Setelah mendengar jawaban itu, Husain jadi tersenyum mengerti.

Wallhu'alam bishowab